Minggu, 13 Oktober 2013

MEMBANGUN GENERASI BEBAS KORUPSI

Korupsi masih menjadi bahaya laten di negeri ini. Hampir setiap sendi kehidupan terjangkit penyakit berbahaya ini. Bahkan korupsi sepertinya sudah menjadi ‘tradisi’. Salah satu daerah yang terjangkit virus berbahaya ini adalah Jawa Timur. 
Ketua Jaringan Kerja Anti Korupsi (JKAK) Jatim, Luthfi Kurniawan. mengungkapkan, tren kasus korupsi di Jatim antara tahun 2007 hingga 2010 cukup tinggi. Berdasarkan data yang dihimpun JKAK, kasus korupsi pada 2007 dan 2008 jumlahnya masih puluhan. Tahun 2009 jumlahnya mencapai 98 kasus. Dari jumlah itu, sembilan kasus korupsi mandeg, 17 kasus divonis penjara, 63 kasus sedang diproses, dan sembilan kasus divonis bebas. Sedangkan pada semester pertama tahun 2010 (Januari-Juni) terdapat 82 kasus. Dari jumlah itu, 17 kasus prosesnya mandeg di tengah jalan, satu kasus divonis bebas, delapan kasus berujung hukuman penjara, dan 56 kasus masih dalam proses. 
Kasus korupsi tersebut merupakan salah satu indikator kemerosotan moral di tingkat para pejabat negara di Jawa Timur. Anehnya, mereka yang melakukan korupsi justru yang secara kemampuan intelektual dan berijazah tinggi. Bukankah tingginya tingkat pendidikan seseorang dapat menciptakan manusia yang cerdas dan bermoral?. Mungkinkah pendidikan kita selama ini telah mengenyampingkan nilai-nilai moralitas dan hanya mengedepankan aspek intelektualitas semata?. 
Dalam teori Bloom, semestinya pendidikan harus menyentuh tiga ranah yaitu, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Tiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang tak boleh terpisahkan dalam menjalankan tugas mulia pendidikan. Jika tidak, maka akan terjadi kepincangan dalam hasil pendidikannya. Seperti, aspek intelektualitas bagus, namun moralitas hancur seperti para koruptor yang tidak punya hati nurani tersebut.
Sepertinya susah untuk memberantas korupsi dalam waktu yang singkat. Apalagi para pelakunya memiliki kekuasaan dan uang. Mengendalikan penguasa dalam waktu singkat tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun kita harus tetap optimis, karena Indonesia mempunyai generasi penerus yang mungkin bisa dijadikan sebagai energi positif untuk membangun generasi baru yang bersih. Waktu yang dibutuhkan tentu sangat panjang. Sebab bibit-bibit generasi tersebut perlu ‘digodok’ dan dibina dengan pendidikan moral yang berkelanjutan. Sebagai generasi penerus, mereka harus dididik dengan pendidikan yang baik dan benar. Pendidikan yang lebih menekankan pada pendidikan moral. Pendidikan semacam ini seyogyanya dimasukkan ke dalam setiap bidang pelajaran di sekolah. 
Sementara ini, pendidikan moral hanya dibebankan kepada pendidikan agama yang sangat terbatas. Apalagi minat belajar anak terhadap pelajaran agama lebih rendah dibandingkan dengan pelajaran umum di sekolah, seperti matematika, fisika, kimia, biologi, ekonomi , bahasa dan lainnya. Pendidikan moral tersebut ditujukan untuk membangun generasi yang jujur dan bermoral. Dalam jangka waktu panjang diharapkan dapat mengurangi atau menghapus budaya korupsi dan menghasilkan generasi yang bebas dari korupsi. Generasi yang pintar, cerdas dan terampil serta bermoral tinggi.


Komentar : Untuk mendapatkan generasi muda yang bebas dari korupsi serta bermoral dan berakhlak baik,memang perlu disetiap sekolah dan dukungan dari lingkungan dan orangtua sendiri untuk mengajarkan anak-anak kita sejak dini yang kelak akan menjadi generasi muda dengan pendidikan agama jangan hanya mengajarkan mereka dengan pelajaran umum yang biasa diajarkan disetiap sekolah-sekolah saja.

Sumber : http://enjab.blogspot.com/2011/11/membangun-generasi-bebas-korupsi.html


0 komentar:

Posting Komentar